
Dawuh-dawuh Maulana Habib Luthfi Di Rumah H. Nana Cipeujeuh Kulon Pada Rapat Panitia Haul Al Quthb Al Habib Toha bin Hasan bin Yahya Grobog Jatiseeng Kidul, Ciledug-Cirebon.
- Haul ini untuk menguak mutiara yang terpendam dari para auliya dan ulama.
- Di Sindanglaut dan sekitarnya banyak tokoh auliya dan ulama. Tanpa adanya haul, sulit untuk memberi pengertian dan pelajaran para sesepuh kepada generasi penerus.
- Inti dari Haul adalah agar kita tidak lupa sejarah. Semisal sejarah Kyai Ardisela, Kyai Yahya, Raden Broto atau Raden Brojo menantu Ki Ardisela, lalu Kyai Muqoyyim, dan seterusnya. Selama ini kita hanya tahu jarene (katanya). Tidak ada manuskrip tulisan yang menceritakan tentang beliau-beliau. Kalau tidak cepat ditulis sejarahnya, maka kita atau generasi penerus ini akan kehilangan sejarah para beliau. Pada abad 17-18 masehi, di Sindanglaut ini muncul banyak tokoh ulama seperti Kyai Zayadi Asem ayah dari Kyai Ismail, dan Kyai Bunyamin Bendakerep atau Kyai Bunyamin Tugu, dan Kyai Nasuha Jatisari Plered.
- Catat nama-nama ulama dari Sindanglaut, Ciledug, Pabuaran, dan sekitarnya untuk dikirim fatihah saat tahlil akbar Haul Habib Toha.
- Kuatnya nasionalisme sebab tahu sejarah. Tapi sekarang banyak sejarah disunat.
- Kita harus bersyukur di sekitar Sindanglaut banyak haul. Ada haul Buntet, Gedongan, dan lain sebagainya. Cuma pertanyaan saya, bagaimana sejarah ulama yang dihauli itu? Semisal Kyai Abdul Jamil, saya ingin bertanya siapa nama guru-gurunya Kyai Abdul Jamil? Siapa nama ibunya Kyai Abdul Jamil?
- Kenapa ulama dahulu menyimpan nasab beliau? Tidak menunjukkan kesayyidan atau keradenan beliau? Karena kalau menampakkan, bisa diuber belanda, tambah belanda. Maka untuk memudahkan mengontrol, juga memudahkan adu domba, Belanda, perkampungan. Yang arab di kampung arab, pemimpinnya dipanggil Kapten Arab. Yang cina di kampung cina, pemimpinnya namanya Kapten Cina. Keturunan keraton tinggal di Pagersari atau Jero. Naik kereta juga dibedakan. Pajak juga dibedakan. Akhirnya sebagian keluar dengan lingkungan nasabnya. Yang sayyid ada yang ganti Kyai atau Raden Mas. Yang Pangeran atau Raden ada yang pakai Kyai. Dan lain sebagainya.
- Banyak yang takut sombong lalu perumahan nasabnya, sejarah leluhurnya tapi kebablasan. Akhirnya anaknya cucunya tidak tahu siapa leluhurnya. Itu ingin mendidik anak tawadhu ', tidak bangga pada nasab tapi keliru.
- Adanya kita itu karena ada Ibu. Jangan sampai ibu kita ini orang biasa, dari keluarga biasa, lalu kita malu punya ibu. Tidak bangga pada ibu kita.
- Kehilangan sejarah sama dengan Kehilangan jatidiri.
- Adanya haul untuk menghidupkan sejarah, dan merasa memiliki ulama yang dihauli. Sekalipun bukan guru kita atau tidak ada ikatan nasab, tapi kita merasa memiliki ulama karena yang kita pandang adalah beliau ulama waratsatul anbiya .
- Kiai kampung, kiai kota itu beda wilayah dakwah saja. Adapun keulamaan beliau-beliau sama. Sama-sama ulana waratsatul anbiya yang harus kita hormati, kita hargai.
- Haul juga merupakan cara kita mengisi kasih pada ulama atas jasa dan perjuangan beliau. Juga bentuk syukur kita pada Allah dengan cara terima kasih pada manusia. Barangsiapa yang tidak bersyukur pada manusia, dia tidak bersyukur pada Allah.
- 500 kambing yang kita sembelih untuk haul itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan jasa ulama yang kita hauli.
- Habib Toha pengembangan di Pekalongan pada 1192 H. 10 tahun digembleng langsung oleh ayah beliau, setelah itu berangkat menuntut ilmu ke Hadhramaut, Makkah, Madinah, dan banyak tempat lain. Lalu pulang ke Semarang. Karena Ayah beliau tinggal di Semarang. Ayah Habib Toha adalah Senopati Kesultanan Yogyakarta bernama Habib Hasan yang bergelar KRT Sumodiningrat yang kalau berperang seperti Singo Barong (Singa Raksasa). Habib Hasan punya armada laut dengan nama Pasukan Supit Urang. Beliau mengutus putra-putra beliau menjadi telik sandi. Sehingga terkenal. Ada Habib Alwi di Kendal, Habib di Batang. Habib Toha di Cirebon untuk menghadang bantuan penjajah ke arah Semarang dan Yogyakarta. Istana Habib Toha di Palimanan. Jadi Habib Toha bolak-balik Palimanan-Ciledug.
Adapun maqam kewalian Habib Toha. Ada seseorang yang diberi anugerah bertemu Kanjeng Syekh Syarif Hidayatullah. Orang itu bertanya pada Syekh Syarif, “Wahai Kanjeng Syekh, setelah engkau wafat, jabatan kewalian engkau diberikan kepada siapa?”
Syekh Syarif menjawab, “Kepada Habib Toha Shohib Jatiseeng.”
Orang kalau faham, mau tawasul ke Sunan Gunung Jati, biasanya ziarah dulu ke Habib Toha, baru ziarah ke Sunan Gunung Jati.
Kalau mau ziarah ke Habib Toha, mandi dulu di sumur masjid Leuwunggajah, lalu shalat dua raka'at. Orang dulu dari masjid Leuwunggajah sudah lepas sandal untuk menjaga adab. Tapi itu sekarang berat.
Wallahu 'Alam. [Syukron Ma'mun]
0 Komentar